Cari Blog Ini

Jumat, 30 Mei 2008

Penginderaan Jauh Dasar

1.Simulasi Pengenalan Beberapa Unsur Interpretasi
Penginderaan jauh merupakan aktivitas penyadapan informasi tentang obyek atau gejala di permukaan bumi tanpa melalui kontak langsung. Karena tanpa kontak langsung diperlukan media supaya obyek atau gejala tersebut dapat diamati dan dekati oleh si penapsir. Media ini berupa citra, citra dapat diperoleh melalui perekaman fotografis yang pemotretannya dengan kamera dan dapat pula diperoleh perekaman nonfotografis misalnya dengan pemindai atau penyiam (scanner). Perekaman fotografis menghasilkan foto udara. Sedangkan perekaman lain menghasilkan citra nonfoto. Citra foto udara selalu berupa hard copy yang diproduksi dan direproduksi dari master rekaman yang berupa film. Citra nonfoto biasanya terekam secara digital dalam format asli dan memerlukan komputer untuk presentasinya. Citra nonfoto juga dapat di cetak menjadi hard copy untuk keperluan interpretasi secara visual.
Untuk dapat melakukan interpretasi penapsiran memerlukan unsur-unsur pengenalan pada obyek atau gejala yang terekam pada citra. Unsur-unsur pengenalan ini secara individual maupun secara kolektif mampu membimbing penapsir kearah pengenalan yang benar. Unsur-unsur ini disebut unsur-unsur interpretasi, dan meliputi delapan hal yaitu: rona, bentuk, ukuran, bayangan, tekstur, pola, situs, dan asosiasi.
Rona mengacu kecerahan obyek pada citra. Biasanya dalam obyek yang berupa grey scale dinyatakan dalam derajat keabuan, sedangkan obyeknya berwarna dinyatakan dengan colour.
Bentuk acuan interpretasinya mengarah ke bentuk secara umum. Bentuk beberapa obyek berbeda dengan yang lain sehingga obyek tersebut dapat dikenali dari bentuknya saja meskipun ukuran bentuk tidak dipakai untuk semua jenis obyek.
Pola terkait dengan usunan keruangan obyek, terkait juga dengan adanya pengulangan bentuk umum suatu atau sekelompok obyek dalam ruang. Istilah yang dipakai dalam pola adalah teratur, kurang teratur, dan tidak teratur meskipun terdapat pula istilah yang lebih ekspresif yaitu melingkar, memanjang, terputus-putus dan sebagainya.
Bayangan dapat memberikan dua macam efek yang berlawanan. Pertama bayangan mampu menegaskan bentuk obyek pada citra, kedua bayangan justru kurang memberikan pantulan obyek ke sensor.
Tekstur merupakan ukuran frekuensi perubahan rona pada gambar obyek tekstur dapat dihasilkan oleh agregasi/penggelompokan suatu kenampakan yang terlalu kecil untuk dapat dibedakan secara individual misalnya pada pohon dan bayangannya, gerombolan satwa liar di gurun. Kesan tekstur juga bersifat relatif, tergantung pada skala dan resolusi citra yang digunakan.
Situs atau letak merupakan penjelasan tentang lokasi obyek relatif terhadap obyek atau kenampakan yang lain yang lebih mudah untuk di kenali dan dipandang dapat di jadikan dasar untuk identifikasi obyek yang dikaji obyek dengan rona cerah , berbentuk silinder, ada bayangan dan tersusun dalam pola teratur dapat dikenali sebagai kilang minyak, apa bila terletak di dekat perairan pantai.
Asosiasi merupakan unsur yang memperhatikan keterkaitan antara suatu obyek atau fenomena lain yang digunakan sebagai dasar untuk mengenali obyek yang dikaji, misalnya pada foto udara skala besar dapat terlihat adanya bagunan berukuran lebih besar daripada rumah. Mempunyai halaman terbuka terletak di tepi jalan besar dan terdapat kenampakan mempunyai tiang bendera. Bagunan ini dapat ditafsirkan sebagai bagunan kantor, berdasarkan asosiasi tiang bendera dengan kantor.
Perlu diperhatikan bahwa dalam mengenali obyek, tidak semua unsur perlu digunakan secara bersama-sama. Ada beberapa jenis fenomena atau obyek yang langsung dapat dikenali hanya berdasarkan satu jenis unsur interpretasi saja. Ada pula yang membutuhkan keseluruhan unsur tersebut. Ada kecenderungan pengenalan obyek penutup/penggunaan lahan pada foto udara skala besar untuk wilayah kekotaan lebih banyak membutuhkan keseluruhan unsur tersebut. Di bandingkan pengenalan bentuk lahan atau fisiografi pada citra skala sedang-kecil dan pada liputan wilayah yang luas.

2.Pengenalan jenis-jenis cirta
Sensor
Alat utama untuk dapat mengenali dan memahani berbagai kenampakan/ obyek di permukaan bumi melalui penginderaan jauh adalah citra. Citra dihasilkan melalui proses perekaman dengan bantuan sensor. Sensor dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sensor fotografik ( kamera ),dan sensor non fotografik.
Sensor berupa kamera menangkap kenampakan obyek melalui perekaman besarnya pantulan sinar ( gelombamg elektromagnetik ).variasi warna yang muncul pada gambar yang dihasilkan tergantung pada
sistem lensa, diafragma dan filteryang digunaka untuk menerima cahaya
jenis dan kepekaan film yang digunakan
spektrum panjang gelombang yang masuk kedalam sistem kamera
film kemudian diproses secara kimiawi di labotoriumdan dicetak menjadi foto udara kamera film ini hanya mampu bekerja pada spektrum ( 0,4 – 0,7 µm )dan dicetak dapat menghasilkan foto berwarna maupun foto hitam putih.
Sensor non fotografik berupa scanner menerima pantulan dari suatu wilayah sangat sempit pada permukaan yang masuk kedalam lensa,dan mendekati besarnya pantulan tersebut dengan detektor peka cahaya.merepana dengan kamera maupun scanner dapat dilakukan secara tegak maupun miring, meskipun keuntungan yang diperoleh dari perekaman tegak lebih banyak. Perekaman dengan menggunakan mikro- radar sering di sebut sistem gelombang mikro aktif.

Citra
Citra dapat dibedakan menjadi 5 yang berdasarkan :
jenis sensor
spektrum yang digunakan
proses pencetakan
format penyimpanan
skala yang digunakan
citra yang mempungai format asli nya digital pun mempunyai ciri pengenal lain yaitu resolusi spasialyang secara langsung terkait dengan kerincian informasi spacial citra. Data tentang citra yang sering digunakan terlampir.

Wahana
Berdasarkan wahananya, citra non foto dibedakan atas:
1.Citra dirgantara (airbone image)
yaitu citra yang dibuat dengan wahana yang beroperasi di udara atau dirgantara. Sebagai contoh misalnya citra inframerah termal,citra radar,dan citra MMS yang di buat di udara.Istilah citra ini jarang sekali digunakan.
2. Citra satelit (satellite spaceborne image)
Yaitu citra yang dibuat dari antariksa atau angkasa luar. Citra satelit dibedakan menjadi lebih jauh tas penggunaan utamanya yaitu :
Citra satelit untuk penginderaan planet misalnya : citra satelit RANGER ( AS ) , citra satelit LUNA ( Rusia ) dan citra satelit VENERA ( Rusia ).
Citra sateli untuk penginderaan cuaca , misalnya citra NOAA ( AS ) dan citra METEOR ( Rusia )
Citra satelit untuk penginderaan sumberdaya bumi misalnya citra LANDSAT ( AS ) , citra SOYUS ( Rusia ) dan citra SPOT yang diorbitkan oleh Perancis pada tahun 1986
Citra satelit untuk pengideraan jauh misalnya citra SEASA ( AS ) dan citra MOS ( Jepang ) yang diorbitkan pada tahun 1986


Pengenalan pola spektral
Pengenalan spektral obyek dapat menjadi penduan yang sangat bermanfafat dalam upaya mengenali obyek citra,panjang gelombanng antara 0.4 µm- 2.35 µm. secara garis besar dapat dikatakan bahwa air jernih cenderung memberikan pantulanyang rendah dari pada air keruh pada semua wilayah panjang gelombang.
Vegetasi memberikan pantulan sangat rendah pada spekrum biru meninggak agak tinggi pada sepektrum hijau.tanah bertektur relatif agak kasar atau relatif lembabmemberikan pantulan yang cenderung meningkat dari spektrum biru ke inframerah detak, kemudian sedikit turun ke inframerah tengah I dan II karena pengaruh serapan oleh lenggas tanah. Tanah relatif halus walau pun yang berona cerah dilapangan dan sangat tipis cenderung memberikan pantulan yang tinggi pada semua spektral.

3.Membangun Kunci Interpretasi Untuk Beberapa Jenis Penutup/Penggunaan Lahan
Interpretasi citra merupakan suatu kegiatan untuk menentukan bentuk dan sifat obyek yang tampak pada citra, berikut deskripsinya. Interpretasi citra dan fotogrametri berhubungan sangat erat, meskipun keduanya tidaklah sama. Bedanya, fotogrametri berkepentingan dengan geometri obyek, sedangkan interpretasi citra berurusan dengan manfaat, penggunaan, asal-usul, ataupun identitas obyek yang bersangkutan (Glossary of Mapping Sciense, 1994).
Lillesand dan Kiefer (1994) dan juga Sutanto (1986) menyabutkan 8 unsur interpretasi yang digunakan secara konvergen untuk dapat mengenali suatu obyek yang ada pada citra (lihat modul 1). Kedelapan unsur tersebut ialah warna/rona, bentuk, ukuran, bayangan, tekstur, pola, situs dan asosiasi. Di antara keelapan unsur tersebut, warna/rona merupakan hal yang paling dominan, dan langsung mempengaruhi penggunaan citra dalam memulai interpretasi. Sebenarnya, seluruh unsur-unsur interpretasi itu dapat dikelompokkan kedalam tiga jenjang dalam piramida unsur-unsur interpretasi. Pada jenjang paling bawah terdapat unsur- unsur elementer yang dengan mudah dapat langsung dikenali pada citra, yaitu warna/rona, bentuk, dan bayangan. Pada jenjang berikutnya terletak ukuran, tekstur dan pola, yang membutuhkan pemahaman lebih mendalam tentang konfigurasi obyek dalam ruang. Pada jenjang paling atas terdapat situs dan asosiasi, yang merupakan unsur-unsur pengenal utama dan seringkali menjadi factor kunci dalam interpretasi, namun sekaligus paling sulit dideskripsikan.
Untuk dapat membangun pemahaman tentang unsur-unsur interpretasi secara uth dan lengkap, diperlukan latihan di laboratorium dan lapangan sekaligus. Observasi lapangan dengan panduan foto akan dapat membantu calon-calon penafsir untuk dapat memahami arti setiap unsur interpretasi dan kenyataan kenampakannya di lapangan. Melalui latihan lapangan secara langsung, akan dapat diketahui unsur-unsur interpretasi apa saja yang paling berperan dalam membentuk kunci interpretasi. Menurut Sabins (1997), kunci interpretasi adalah karakteristik atau kombinasi karakteristik (dalam hal ini diwakili oleh unsur-unsur interpretasi) yang memungkinkan suatu obyek pada citra dapat dikenali.

4.Interpretasi penutup/penggunaan lahan secara monoskopis dengan foto udara inframerah berwarna.
Interpretasi citra merupakan suatu kegiatan untuk menentukan bentuk dan sifat obyek yang tampak pada citra. Interpretasi dapat dilakukan secara manual atau visual dan dapat pula secara digital. Interpretasi secara visual sering disebut dengan interpretasi fotografik (photograpic interpretation), sekalipun citra yang digunakan bukan citra foto, melainkan citra non-foto yang telah tercetak (hardcopy). Sebutan interpretasi fotografik sering diberikan pada interpretasi visual citra non-foto, karena banyak produk tercetak non-foto di masa lalu (bahkan sampai sekarang) diwujudkan dalam bentuk film ataupun citra tercetak di atas kertas foto, dengan proses reproduksi fotografik. Hal ini dapat dilakukan, karena proses percetakan oleh komputer pengolahan citra non-foto dilakukan dengan printer khusus yang disebut film writer dan hasil cetakanya menyerupai slide (diapositif) berukuran besar (lebih kurang hingga kuarto).
Istilah interpretasi fotografik juga diberikan pada berbagai kegiatan interpretasi visual citra-citra non-foto, karena prinsip-prinsip interpretasi yang digunakan tidak jauh berbeda dari prinsip-prinsip interpretasi foto udara, misalnya penggunaan 8 unsur interpretasi dan pengamatan stereoskopis. Interpretasi fotografi dapat pula dilakukan atas citra foto yang telah discan dan kemudian dicetak dengan bantuan komputer. Pengamatan steroskopis juga dimungkinkan pada citra-citra satelit pada jalur orbit yang bertampalan (overlapping), misalnya citra spot.
Pada interpretasi fotogarfik prinsip konvergensi bukti digunakan untuk menyusun kesimpulan tentang obyek yang telah dideteksi. Dalam konvergensi bukti, serangkaian bukti yang didukung beberapa unsur-unsur interpretasi akan mengarahkan penafsir ke beberapa kesimpulan tentang jenis obyek yang ada pada citra. Penambahan satu atau beberapa unsur interpretasi akan mempersempit kemungkinan jenis obyek yang ada, dan pada akhirnya, penggunaan satu unsur interpretasi berikutnya akan membimbing penafsir ke satu kesimpulan tentang jenis obyek yang dikaji.
Misalnya, pada penggunaan foto udara inframerah berwarna skala 1:10.000 diperoleh data obyek berupa warna hijau ke arah cyan, berbentuk segiempat berukuran sekitar 100 x 110 meter persegi, bertekstur halus. Dari keempat unsur interpretasi ini, ada beberapa kemungkinan tentang jenis obyeknya, yaitu lahan terbuka (dengan tanah berwarna coklat merah kekuningan) yang penggunaannya belum pasti : lapangan sepakbola, lahan sawah yang sedang tidak ditanami, tegalan, (pertanian lahan kering) tanpa tanaman, atau sekedar lahan kosong tanpa fungsi yang jelas. Penambahan unsur interpretasi yanng lain seperti misalnya pola tidak menunjukan adanya pengulangan kenampakan serupa disekitarnya; begitu pula dari segi bayangan tidak nampak adanya kesan bayangan yang terekam. Penambahan dua unsur ini sudah mengurangi kemungkinan jenis obyek yaitu bukan sawah/tegalan, dan bukan pula lapangan sepakbola yang digunakan secara permanen, karena tanpa tiang gawang. Penggunaan unsur situs hanya menunjukan bahwa obyek tersebut berdekatan dengan jalan, sedangkan aspek asosiasi menunjukan bahwa ada obyek-obyek yang telah diduga sebagai rumah-rumah dengan ukuran kecil, berpola teratur, berdekatan dengan obyek tersebut. Aspek asosiasi dapat membimbing penafsir ke arah kesimpulan bahwa lahan tersebut merupakan lahan kosong yang dipersiapkan untuk pengembangan perumahan.
Penggunaan unsur-unsur interprtasi tidak selalu selengkap itu. Kadang-kadang hanya dibutuhkan 3 sampai 4 unsur untuk mengenali obyek yang ada. Pada foto udara inframerah berwarna, warna merupakan unsur interpretasi yang sangat mendasar untuk digunakan sebagai titik tolak pengenalan obyek-obyek penutup/penggunaan lahan. Pada banyak kasus, pola. Situs, asosiasi berperan lebih penting pada pengenalan obyek yang bukan penutup/penggunaan lahan, misalnya satuan-satuan fisiografik atau bentuk lahan.

Gambaran Umum Wilayah Karangpandan-tawangmangu

Wilayah Karangpandan secara administratif terletak di kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Wilayah ini terdapat pada bagian lereng kaki dan lereng tengah volkan (gunungapi) Lawu. Gunungapi Lawu merupakan gunungapi yang relaif tua, dan banyak bagian materialnya telah mengalami pelapukan, sehingga tanah pada bagian lereng kaki dan lereng tengah ini berkembang menjadi tanah dengan kandungan lempung yang tinggi, berwarna kemerahan dan horison-horison tanahnya pun telah berkembang dengan baik. Elevasi wilayah ini sekitar 500-700 meter diatas permukaan air laut, sedangkan kemiringan lerengnya berkisar antara 8-15%. Pada beberapa tempat didapati bukit-bukit kecil yang merupakan sisa dari aktivitas volkanik yang disebut dengan bukit volkan terdenudasi. Penggunaan lahan secara umum adalah sawah, tegalan, kebun sayur, kebun campuran, pemukiman desa dengan pekarangan, pemukiman kota, perkebunan dan hutan. Sawah terdapat pada bagian relatif rendah dan landai, sedangkan kebun sayur pada bagian yang lebih tinggi. Tanaman perkebunan yang banyak dijumpai ialah perkebunan kopi (di bagian tengah), karet (di bagian utara, lebih rendah), the (bagian timur, elevasi di atas 700 meter). Perkebunan pada umumnya dikembangkan pada medan yang berbukit-bukit, di mana air tanah tidak dengan mudah diperoleh. Hutan dan semak belukar juga banyak dijumpai pada medan berlereng curam. Pemukiman banyak dijumpai di sepanjang jalur-jalur jalan utama, kaki bukit dan atau disekitar persawahan.

5.Interpretasi penutup/penggunaan lahan secara stereoskopis dengan foto udara pankromatik hitam/putih.
Foto udara mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan jenis-jenis citra lain, terutama dalam hal resolusi spasial dan kemampuan pengamatan stereoskopis. Resolusi spasial foto udara secara sederhana dapat dihitung berdasarkan rumus 1/40.000 x penyebut skala. Jadi, kalau ada foto udara berskala asli 1: 30.000 (skala yang telah dirancang sebelum pemotretan dilakukan, sehingga telah memperhitungkan jenis film yang sesuai), maka resolusi spasialnya adalah 1/40.000 x 30.000 = 0,75 meter.
Foto udara berwarna, baik yang diperoleh pada spektrum pankromatik maupun yang diperoleh pada spektrum inframerah dekat, mempunyai keunggulan dalam hal penyajian warnyanya, sehingga obyek satu dengan yang lain dapat dibedakan secara mudah pada pandangan pertama. Meskipun demikian, biaya pengandaan dan pemrosesan foto udara berwarna relatif lebih mahal daripada biaya untuk foto udara hitam putih. Oleh sebab itu, ketersedian foto udara di indonesia lebih banyak yang berupa foto udara hitam putih dibandingkan foto udara berwarna. Secara lebih khusus, foto udara pankromatik hitam putih pada berbagai skala lebih mudah dijumpai daripada foto udara inframerah hitam putih.
Lepas dari keunggulan dan keterbatasan foto udara pankromatik dibandingkan foto udara inframerah, semua jenis foto udara mempunayai keunggulan dalam hal penyajian kenampakan stereoskopis (tiga dimensi). Hal ini memungkinkan karena foto udara diperoleh melalui pemotretan berurutan pada suatu jalur terbang. Pertampalan (wilayah pada foto dengan kenampakan sama, inetrseksi, atau overlap) antara dua foto hasil pemotretan yang berurutan pada satu jalur terbang disebut dengan endlap, sedangkan pertampalan antara dua foto pada dua jalur terbang yang berbeda disebut dengan sidelap. Endalap optimum biasanya sekitar 60% dari luas liputan foto, sedangkan sidelap optimum adalah sekitar 15%. Kurang dari persentase itu biasanya wilayah yang diamati secara tiga dimensi menjadi sangat terbatas, namun bila lebih dari itu (misalnya mencapai 90% endlap) biaya pemotretan akan menjadi lebih mahal karena pengulangan pemotretan menajadi berlebihan.
Karena kenampakan stereoskopis dibangun oleh adanya perbedaan posisi pemotretan (‘sudut pandang’) dan proyeksinya bersifat sentral, maka pada setiap foto terdapat paralaks, pergeseran relief, dan distorsi (pemiuhan). Prinsip-prinsip perhitungan untuk ini terdapat dalam fotogrametri. Secara praktis, kenampakan medan yang kasar pada dua foto udara yang saling bertampalan akan berbeda ukuran, arah, dan bentuknya, khususnya apabila kenampakan tersebut terdapat pada bagian tepi foto. Obyek yang terdapat pada lereng yang curam ‘menghadap’ kamera pada posisi 1 (foto 1) akan tampak berbeda pada foto 2 disebelahnya, apabila obyek ini tidak ‘menghadap’ kamera pada posisi 2. Ditambah dengan adanya pergeseran relief, perbedaan semacam ini sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan penafsir dalam menarik garis (delineasi) batas-batas kenampakan obyek.
Penggunaan kamera dengan panjang fokus (focal length) yang kecil, atau biasa disebut dengan sudut lebar (wide angel), akan memperburuk distorsi yang terjadi. Kesulitan yang sangat parah sering dijumpai pada penggunaan pasangan foto yang meliput lereng atas dan kenampakan arah igir dan lembah pada foto kiri dan kanan dapat benar-benar bertentangan, sehingga delineasi secara stereoskopis sulit dilakukan.

6.Interpretasi visual kenampakan fisiografi secara stereoskopis berdasarkan foto udara pankromatik hitam/putih.
Pengenalan kenampakan relief permukaan bumi atau fisiografi merupakan landasan penting dalam kajian-kajian yang terkait dengan sumberdaya lahan. Pemahaman tentang aspek fisiografi menempati posisi penting dalam kajian-kajian geografi fisik (hidrologi, geomorfologi), geologi, dan pertanian (tanah). Meskipun demikian, observasi langsung di lapangan tidak selalu menghasilkan deskripsi yang akurat tentang relief medan yang dihadapi, karena terbatasnya jarak pandangan manusia. Pengenalan kenampakan fisiografi kadang-kadang lebih efektif bila dilakukan dengan bantuan citra penginderaan jauh, karena citra mampu menyajikan susunan keruangan (spatial arangement) fenomena relief dengan lebih utuh dan kontekstual artinya ada keterkaitan dengan fenomena lainnya. Salah satu jenis citra yang sangat efektif dalam menyajikan kenampakan fisiografi ialah foto udara, karena dapat diamati secara stereoskopis.
Kenampakan fisiografi yang tergambar pada foto udara tidak selalu tepat menyajikan kenyatan di lapangan. Kekerasan relief yang tampak pada foto juga dipengaruhi oleh tingkat perbesaran vertikal (vertical exaggeration). Perbesaran vertikal terkait erat dengan rasio antara basis udara (B) dan tinggi terbang (H), atau sering dinyatakan dengan base-height ratio. Semakin besar base-height ratio, semakin besar pula perbesaran vertikalnya, dan kenampakan relief yang tidak terlalu kasar menjadi semakin dalam. Hal ini sangat membantu dalam observasi relief mikro suatu wilayah, namun dapat pula menyesatkan bila hasil dijadikan basis pemodelan untuk kajian lingkungan, misalnya pendugaa besarnya erosi atau kehilangan tanah.
Dalam melakukan interpretasi satuan-satuan fisiografi, apalagi yang lebih spesifik seperti misalnya satuan batuan (litologi) dan bentuklahan, unsur-unsur interpretasi yang digunakan tidaklah persis sama dengan unsur-unsur interpretasi pada penutup lahan. Unsur rona/warna menjadi tidak penting, karena hal ini bersifat tidak konsisten untuk satu satuan fisiografi yang sama. Tekstur perlu diperhatikan, meskipun kadang-kadang kurang dominan. Aspek geometri yang perlu diperhatikan (dari bentuk, ukuran, dan bayangan/kesan ketinggian) ialah bayangan, karena hal ini mampu menonjolkan kesan relief yang ada. Pola, situs dan asosiasi merupakan unsur-unsur paling penting untuk membedakan satu kenampakan fisiografi dari kenampakan lainnya.
Penarikan batas satuan-satuan biasanya dilakukan pada :
Perubahan kemiringan lereng secara umum
Perubahan pola aliran dan/atau kerapatan alur
Perubahan pola kesan ketinggian
Disamping itu, adanya pola penutup/ penggunaan lahan kadang-kadang juga dapat membantu dalam pembedaan batas satuan fisiografi, meskipun untuk beberapa wilayah yang telah dieksploitasi secara eksesif hal ini justru dapat menyesatkan.
Dalam klasifikasi fisiografi secara sederhana (yang lebih tepat disebut sebagai klasifikasi relief), permukaan bumi dapat dikelompokan menjadi beberapa kategori, yaitu (setiap contoh diusahakan proposional terhadap yang lain):
dataran : kenampakan datar-landai, kemiringan kurang atau sama dengan 3%
berombak : beda tinggi titik tertinggi dengan terendah kurang dari 50 meter, kemiringan 3-8%, pengulangan cukup besar
bergelombang : beda tinggi titik tertinggi dan terendah maksimal 100 meter, pengulangan cukup besar, kemiringan 8-15%
berbukit : kadang-kadang dirinci menjadi berbukit kecil, berbukit sedang, dan berbukit, kemiringan lebih dari 15%, beda tinggi titik tertinggi dan terendah kurang dari 300 meter.
bergunung : kemiringan lebih dari 15%, beda tinggi titik tertinggi dan terendah lebih dari 300 meter
selain itu, ada pula klasifikasi lain, yang lebih mengarah pada klasifikasi bentuklahan dan bentanglahan, yang sangat memperhatikan pola. Misalnya, adanya pola aliran radial sentrifugal dapat ditafsirkan sebagai gunungapi (volkan), apabila reliefnya bergunung. Contoh lain, pola berbukit kecil membulat seperti kubah dengan frekuensi pengulangan yang sangat tinggi dan pola aliran yang tidak jelas (kadang-kadang ada alur sungai, tiba-tiba hilang terputus) merupakan perbukitan karst.

7.Interpretasi penutup lahan secara visual berdasarkan citra multispektral
Keunggulan citra multispektral dibandingkan citra spektrum tunggal (dan lebar) ialah adanya pembedaan obyek (penutup lahan) secara lebih baik, karena variasi pantulan pada satu spektrum yang relatif sempit dapat dipresentasikan. Sebagai contoh, pada citra pankromatik yang perekamannya dilakukan dalam julat yang lebar (sekitar 0,5 – 0,73 ), kecerahan air merupakan rata-rata tingkat pantulan pada beberapa spektra yang lebih sempit (0,5-0,6 ; 0,6-0,7 ), yang sebenarnya cukup berbeda satu sama lain. Dengan demikian, kecerahan ini dapat menyerupai pantulan jenis-jenis tanah tertentu. Keunggulan lain dari citra multispektral ialah dimungkinkannya pembentukan citra komposit, dimana tiga saluran-saluran spektral (bands) masukan diberi warna merah, hijau, dan biru, untuk membentuk satu citra tunggal yang berwarna. Satu citra komposit ini sudah mampu menyajikan variabilitas spektral seluruh saluran penyusunnya.
Masalahnya kemudian, citra komposit dapat disusun secara standar ataupun takstandar. Komposit standar menggunakan tiga saluran masukan, yaitu inframerah dekat, merah, dan hijau, dengan urutan pewarnaan merah, hijau, dan biru (RGB –red, green, blue- dan urutan ini sering tidak disebutkan secara eksplisit). Komposit tak standar dapat :
mengubah urutan tersebut sesukanya-misalnya merah, inframerah dekat, dan hijau dengan pewarnaan RGB
menggunakan saluran-saluran lain-misalnya biru, inframerah dekat, dan merah dengan pewarnaan RGB
menggunakan gabungan saluran terlebih dahulu (misalnya indeks vegetasi) dan setelah itu baru dikompositkan.
Karena citra komposit dapat disusun secara tak standar, maka tanpa informasi dari si pembuat atau pencetak citra tentang komposisi saluran penyusun citra komposit tersebut, seorang penafsir dapat terkecoh dan keliru melakukan interpretasi.
Berpijak pada pemahaman tersebut, diperlukan suatu landasan konseptual tentang bagaimana warna pada citra komposit dapat terbentuk. Untuk itu, pengenalan pola spektral pada masing-masing saluran penyusun diperlukan terlebih dahulu, sehingga sebelum melihat citra kompositnya pun seorang penafsir telah dapat membayangkan, warna apa yang akan muncul mewakili suatu jenis obyek apabila saluran-saluran tersebut disusun menjadi citra komposit dengan kombinasi tertentu.

8.Mozaik foto udara dan pembuatan peta tentatif penggunaan lahan
Pekerjaan pemetaan dengan bantuan foto udara jarang sekali dilakukan pada wilayah yang sempit, yang hanya diliput oleh satu atau dua lembar foto, mengingat bahwa keunggulan citra penginderaan jauh –termasuk foto udara- justru terletak pada kemampuan menyajikan synoptic overview, yaitu tinjauan secara menyeluruh namun ringkas untuk daerah yang relatif luas. Berdasarkan synoptic overview ini, dapat dipilih sampel-sampel lapangan sehingga kerja lapangan untuk pengujian/pengecekan serta pengumpulan informasi yang tidak dapat dilakukan secara langsung melalui dari citra dapat dilakukan secara efisisen dari sisi biaya, waktu, dan tenaga, serta efektif dari sisi hasil yang diberikan.
Karena daerah yang dikaji biasanya terliput oleh beberapa lembar foto (bahkan kadang-kadang sampai lebih dari seratus lembar) maka diperlukan metode yang sistematis untuk memeperoleh gambaran umum wilayah. Interpretasi setiap pasang (pair) foto, serta pemindahan hasil interpretasi ke peta dasar. Metode ini meliputi :
Penyusunan mosaik sementara/tentatif, berupa mosaik tak-terkontrol, sehingga dihasilkan susunan foto yang memberi gambaran menyeluruh tentang wilayah kajian
Pemberian tanda batas wilayah kajian pada peta dasar/peta topografi sesuai dengan batas liputan foto, beserta dengan pemindahan posisi setiap pusat foto ke peta dasar tersebut
Zonasi wilayah ke dalam satuan-satuan pemetaan beserta klasifikasinya (misalnya penutup/penggunaan lahan) secara garis besar melalui diskusi tim/kelompok, berdasarkan kenampakan yang ada pada mosaik tentatif tersebut
Pembagian seluruh foto ke seluruh anggota tim, yang diikuti dengan persiapan berupa penentuan wilayah efektif (effective area) untuk interpretasi serta menandai titik-titik pusat foto dan pusat pindahannya.
Interpretasi setiap pasang foto udara dengan mengacu ke zonasi yang telah ditetapkan berdasarkan diskusi kelompok pada langkah (c)
Pemindahan detil/rincian hasil interpretasi ke peta dasar melalui penyesuaian skala
Penyajian peta secara kartografis

Penyusunan mosaik sementara dilakukan dengan menyusun seluruh foto udara wilayah kajian, dengan memperhatikan urutan jalur terbang dan nomer foto. Pada wilayah yang relatif datar dan kondisi penerbangan yang normal –yaitu sedikit variasi tinggi terbang. Sedikitnya crabbing (terbang terseret angin) dan sebagainya, foto-foto tersebut biasanya mempunyai skala yang hampir sama. Foto-foto ‘normal’ semacam ini akan mempunyai sidelap dan endlap yang cukup sehingga dapat mendukung pengamatan stereoskopis. Mosaik semacam ini merupakan mosaik tak terkontrol, karena foto hanya disusun berdasarkan urutan jalur terbang dan nomer pemotretan, serta menumpangtindihkan kenampakan yang sama pada foto-foto yang bertampalan. Guna penyusunan mosaik tak terkontrol ini sekadar untuk memperoleh gambaran umum wilayah yang akan dikaji.
Setelah mosaik tak terkontrol disusun, kenampakan pada foto perlu dibandingkan dengan kenampakan pada peta dasar. Dari pembandingan itu dapat ditentukan batas-batas wilayah kajian yang terliput foto. Pemindahan letak pusat-pusat foto ke peta dasar perlu dilakukan, supaya detil posisi tiap foto pada peta dapat diketahui pasti. Hal ini akan sangat membantu dalam interpretasi maupun kerja lapangan.
Berdasarkan susunan mosaik tak terkontrol yang ada, setiap tim dapat mendiskusikan gambaran umum wilayah –tergantung pada tema yang akan dikaji. Dari gambaran umum tersebut dapat dilakukan zonasi (pengelompokkan fenomena secara keruangan) secara garis besar. Apabila obyek kajiannya adalah penutup lahan, maka bentuk-bentuk penutup lahan yang ada sudah dapat dikenali secara umum. Kenampakan yang ada pada peta dasar/peta topografi akan sangat membantu untuk keperluan ini.
Setelah tahap ini, seluruh foto dapat dibagikan ke seluruh anggota tim. Kemudian, setiap anggota tim dapat membatasi wilayah efektif yang ada pada tiap pasangan foto. Wilayah efektif dapat wilayah yang masuk pada batas observasi stereoskopis, dan secara geometris mempunyai distorsi relatif kecil. Di luar wilayah ini, obyek-obyek atau fenomena yang diamati sudah semakin menjauhi titik pusat masing-masing foto, sehingga memuat distorsi yang makin besar.
Interpretasi setiap pasangan foto dilakukan di dalam wilayah efektif. Delineasi dapat dilakukan sedikit keluar dari wilayah efektif. Untuk memperoleh ‘ikatan’ dengan hasil delineasi foto lainnya. Pemindahan hasil interpretasi ke peta dasar dapat dilakukan apabila ada kesesuaian skala dan proyeksi antara foto dengan peta dasar. Pemindahan ini dapat menggunakan alat yang disebut zoom transfercope atau aerosketchmaster. Zoom transfercope masih memanfaatkan pandangan stereoskopis untuk pemindahan detil, sedangkan aerosketchmaster hanya memanfaatkan pandangan monoskopis. Cara lain yang lebih sederhana adalah dengan menggunakan pantograph elektrik, di mana perbedaan skala dapat disesuaikan dengan menaik-turunkan bidang hasil interpretasi (pada transparansi) yang diproyeksikan ke atas peta dasar. Pengaruh kemiringan (tilt) saat pemotretan dan perbedaan antara proyeksi sentral dengan ortogonal diatasi dengan memiringkan bidang interpretasi. Cara yang lebih sederhana lagi ialah dengan menggunakan map-o-graph, di mana bidang hasil interpretasi (pada transparansi) hanya dinaik-turunkan untuk memperoleh kesesuaian skala dengan peta dasar, tanpa koreksi atas tilt dan beda proyeksi. Penggunaan map-o-graph menghasilkan ketelitian geometri yang paling rendah dibandingkan metode yang lain. Dan hanya setara dengan penggunaan mesin fotokopi untuk menyesuaikan skala peta dasar ataupun skala hasil interpretasi.
Pemindahan detil hasil interpretasi ini dilakukan secara bertahap, foto demi foto, dan sebaiknya dilakukan mulai dari bagian tengah peta dasar, supaya kesalahan geometris dapat dibagi merata dan tidak terakumulasi pada satu bagian peta saja. Setelah pemindahan detil dilakukan, maka peta ini perlu diolah kembali untuk dapat disajikan secara kartografis.